Seorang wanita paruh baya di dalam mobil kecil sedang memikirkan rencana untuk bunuh diri karena masalah hidup yang rumit. Sambil menunggu di lampu merah dia berpikir-pikir.
Apa sebaiknya gantung diri saja ya? Bagaimana kalau mengiris pergelangan tangan? Atau kutusukin saja tepat di jantung? Langsung mati tidak ya? Sakitnya lama tidak ya? Atau.... dia berpikir-pikir lagi. Telapak tangannya basah. Tiba-tiba dilihatnya bus besar di seberang juga sedang berhenti menunggu lampu merah. Bagaimana kalau kutabrakkan saja mobil ini ke bus? Bisa langsung mati di tempat tidak ya? Jangan-jangan langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Dia mendesah. Berpikir lagi. Racun. Kalau minum racun tikus bagaimana? Atau langsung saja aku teguk habis baygon di rumah? Baunya tak enak, aku pasti langsung muntah. Bisa-bisa aku tak jadi mati.
Dia berpikir lagi. Wajahnya diam kaku. Matanya menerawang jauh. Pil tidur. Praktis, efisien, bersih, dan pasti mati. Setelah lampu merah ada apotik. Akan kubeli banyak-banyak di situ. Berapa banyak dibutuhkan? Ratusan? Akh, ribuan pun akan kuminum. Aku tak ingin bangun lagi. Tapi bagaimana jika aku hanya tidur untuk selama-lamanya? bagaimana jika aku terperangkap dalam mimpi buruk dan tak bisa bangun lagi?
Lampu hijau menyala. Wanita itu masih berpikir. Mobil yang di belakangnya sibuk membunyikan klakson panjang dan nyaring. Seorang polisi yang sedang patroli lalu lintas bingung dan mendekatinya.
”Selamat siang, bu.” sapanya. Wanita itu menoleh dan membuka jendela mobilnya. ”Lampunya sudah hijau.”
”Kenapa?” tanya wanita itu linglung. Polisi itu bingung. Dipandangnya dengan teliti wanita yang terlihat putus asa itu. Di pipinya yang lebam masih terlihat sisa-sisa air mata yang mengering. Matanya bengkak dan bibirnya pecah. Semuanya pemberian suaminya.
”Seharusnya ibu jalan terus. Lampunya sudah hijau.” tambahnya.
Si wanita tercenung. Jalan terus. Pikirnya. Tiba-tiba dia teringat pada nyawa di dalam perutnya yang membuncit seperti bola. Dan dia langsung terkesiap kaget karena nyaris saja berpikir untuk membunuh darah dagingnya. Dielusnya perut itu dengan mesra.
”Ibu bisa saya bantu?” tanya polisi prihatin.
”Saya akan jalan terus, pak.” ujarnya yakin dengan suara tercekat. Dan dia melewati apotik dengan lega.